Langsung ke konten utama

LATAR BELAKANG KERAJAAN SAMBAS



A.      Latar Belakang

               Kesulthanan Sambas adalah salah satu Kesulthanan Melayu di Kalimantan Barat yang berpusat di daerah pesisir pada aliran Sungai Sambas Kecil . Pusat pemerintahan terletak dipertemuan tiga buah sungai yaitu Sungai Sambas Kecil , Sungai Teberau dan Sungai Subah disebut dengan nama Muara Ulakan. Penyebutan istilah Kesulthanan di Sambas bermula pada saat Raden Sulaiman dinobatkan menjadi penguasa di Sambas dengan menggunakan gelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin.
               Adapun wilayah yang termasuk kedalam Kesulthanan Sambas sekitar 23.320 Km² dengan batas – batas sebagai berikut : di sebelah barat dan barat daya berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Daerah pantai ini terbentuk dari utara ke selatan ; dimulai dari Tanjung Datuk sampai muara Sungai Duri. Di sebelah utara berbatasan dengan Sarawak ( Malaysia Timur ) dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kesulthanan Mempawah , sedangkan di sebelah Timur dan Tenggara berbatasan dengan Kesulthanan Landak.

B.       Kedatangan Pasukan Majapahit di Sambas
              Dalam masa kejayaanya kerajaan Majapahit telah menguasai seluruh wilayah Nusantara, termasuk kerajaan Sambas dipulau Kalimantan. (Nagara Kertagama Pupuh XIII) Majapahit bukan hanya menguasai kerajaan kerajaan dibawah taklukanya, tetapi telah mengirimkan keturunan dan keluarga raja dengan prajuritnya.mereka bukan hanya menguasai daerah dan rakyatnya, tetapi yang terpenting pula mengembangkan kebudayaan agama Hindu dan Budha.namun tidak banyak peninggalan raja-raja dari agama Hindu di Sambas dan Kalimantan. Daerah ini umumnya daerah rawa berlumpur dan tidak ada batu besar untuk membuat prasasti atau candi, peninggalan sejarah zaman itu sulit dibuat dan mudah hancur oleh air dan lumpur. Ada yang berpendapat bahwa arca Hindu dan Budha di Sambas dibuat dari emas, buktinya di British Museum London terdapat 9 buah arca agama Hindu dan Budha berasal dari Sambas.
               Sambas dimasa sebelum Ratu Sepudak kurang dikenal sejarahnya diliputi kabut kegelapan. Dari cerita rakyat yang bersipat legendaris yang dituturkan dari mulut kemulut terdapat bermacam macam versi, sebagaimana kerajaan kerajaan Melayu /Islam pada umumnya, demikian pula kesultanan Sambas baru memulai sejarahnya pada permulaan berkembangnya agama Islam sejak akhir abad ke 16.
               Walaupun secara otentik Kerajaan Sambas tercatat sejak abad ke-13 M, namun demikian berdasarkan benda-benda arkelogis (berupa gerabah, patung dari masa hindu) yang ditemukan selama ini di wilayah sekitar Sungai Sambas menunjukkan bahwa pada sekitar abad ke-6 M atau 7 M di sekitar Sungai Sambas ini diyakini telah berdiri Kerajaan. Hal ini ditambah lagi dengan melihat posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas dunia sehingga diyakini bahwa pada sekitar abad ke-5 hingga 7 M di wilayah Sungai Sambas ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu lebih kurang bersamaan dengan masa berdirinya Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.
Menurut cerita rakyat, sebelum kedatangan prajurit Majapahit di Paloh,sudah ada kerajaan Sambas Tua.diceritaklan bahwa pada akhir abad ke 13 didaerah Paloh terdapat kerajaan yang dipimpin oleh seorang Ratu/Raja bernama Raden Janur. Suatu malam kerajaan tersebut kejatuhan benda langit (Tahi Bintang/Meteor) sebesar buah kelapa,yang bercahaya sangat terang, terkenal dengan nama “Mustika Bintang”. Peristiwa aneh itu tersebar luas keseluruh Nusantara hingga ke Majapahit, Prabu Majapahit memerintahkan pasukanya untuk mendapatkan “Mustika Bintang” tersebut. Pasukan Majapahit mendarat dipangkalan Jawi (Jawai). Alkisah,Raden Janur tidak bersedia menyerahkan Mustika Bintang, ia melarikan diri ke hutan dan menghilang bersama “Mustika Bintang”,
              Banyak versi yang menceritakan datangnya Majapahit ke Sambas diantaranya seperti yang diceritakan oleh H. Abdullah Kadir (1989) dalam catatan sejarah “ Sekitar Kerajaan Sambas Alwatzikhubillah (Alwaaziik Billah )”  :
Dijaman kejayaan Mojopahit hampir seluruh negeri – negeri dan kerajaan di Nusantara ini dibawah kekuasaan kerajaan Mojopahit. Pada waktu itu hanya kerajaan Sambas yang belum dapat dikuasai oleh kerajaan Mojopahit, mungkin letaknya ibu kota kerajaan Sambas dipedalaman Kalimantan Barat. Kalau diserang banyak resikonya antara lain banyak menyediakan perbekalan dan tentara dengan armada yang cukup kuat , karena harus menempuh jalan laut yang jauh perjalanannya dan juga di khawatirkan apabila Sambas diserang memakan waktu lama mungkin terjadi perang gerelia yang berkepanjangan. Strategi perang negeri Sukadana dipesisir Kalimantan Barat lebih dulu dikuasai dan apabila negeri Sukadana telah dikuasai , maka dari situlah basis penyerangan ke negeri Sambas. Kejadian dikira tahun 1460 M . Dimasa kerajaan Mojopahit diperintah oleh Raja Prabu Hyang Purwawisesa Brawijaya III ( 1456 – 1466 M ), setelah negeri Sukadana dikuasai , berangkatlah dari negeri Sukadana satu armada yang kuat dengan 1000 orang prajurit dipimpin oleh Laksamana Hamangkurat . Aneh disepanjang pesisir dari kerajaan Sambas sampai di Muara Sungai Sambas , tidak dijumpai perkampungan penduduk, tidak dijumpai musuh yang akan diserang, Perjalanan diteruskan menyusur Sungai Sambas masuk kepedalaman sampai diperkirakan letaknya negeri Sambas dimana dikirakan letak istana raja Sambas, disitulah mereka berhenti dan beristirahat. Disepanjang Sungai Sambas Besar itu tidak dijumpai perkampungan dan penduduknya , hanya semak belukar yang kelihatan. Panglima merasa heran apakah salah jalan atau kesasar perjalanan dan diperiksa peta kira – kiraan letaknya  negeri dan istana raja Sambas, betullah tempat mereka berhenti beristirahat. Oleh karena perjalanan yang agak lama dan sangat meletihkan,  Panglima beristirahatlah disitu dimana tempat yang diperkirakan letaknya istana raja Sambas yang merupakan sebidang tanah lapang yang berumput dan bersemak – semak yang luas. Disinilah Panglima perintahkan mendirikan perkemahan tempat peristirahatan mereka. Setiap hari Panglima perintahkan sepasukan prajurit untuk menjelajah daerah sekitarnya, kalau – kalau ada ditemukan perkampungan dan penduduknya sambil mencari buah – buahan dan sayuran yang dapat dimakan. Setelah sebulan lamanya dan perbekalan makanan hampir habis, barulah dijumpai penduduk di pedalaman yang tadinya melarikan diri, kebanyakan mereka itu dari suku dayak yang belum masuk agama Islam. Tiap-tiap yang ditemukan, kepala sukunya dibawa menghadap panglima. Pada mulanya antara Panglima dengan kepala -  kepala suku itu belum bisa berbicara, karena satu sama lain tidak mengenal bahasa ,  Panglima tidak tahu berbicara bahasa daerah suku dayak dan sebaliknya kepala – kepala suku tidak tahu berbicara bahasa Jawa, sehingga akhirnya kedua belah pihak berbicara dengan isyarat gerak – gerik tangan . Pada mulanya memang sukar secara demikian , akan tetapi lama kelamaan satu sama lain barulah dapat mengenal bahasa daerah satu sama lainnya. Yaitu bahasa Jawa dan daerah suku Dayak . Dari kepala – kepala suku Dayak dan telah berkenalan dengan Panglima , tersiar dan meluaslah berita kedatangan pasukan kerajaan Mojopahit dari Jawa sampai kepelosok – pelosok kampung dipedalaman dan ramailah berdatangan rakyat suku dayak untuk memperkenalkan diri kepada Panglima dengan membawa oleh – oleh berupa beras, sayur – sayuran , ayam , babi dll. Untuk dipersembahkan kepada Panglima . Sudah menjadi adat tradisi dan tradisi dari suku Dayak dipedalaman , apabila kedatangan tamu dari jauh , dihormati dan diberi jamuan sekedarnya, adat istiadat dan tradisi ini sampai dimasa sekarang masih ada dan masih berlaku. Oleh karena luasnya daerah ini hampir pada setiap hari diadakan penjelajahan untuk mengenal situasi daerah, ditemukan juga rakyat suku Melayu dan kampung – kampung yang penduduknya belum beragam Islam. Setelah kurang lebih enam bulan lamanya Panglima berada disitu, timbullah hasratnya untuk kembali ke Jawa, akan tetapi pada suatu malam bertepatan malam Jum’at Kliwon , Panglima bermimpi didatangi seorang raja bangsa Arab berpakaian jubah kuning – putih pakai sorban bermahkota seperti seorang khalifah , dalam mimpi itu Panglima diberi tahu, supaya mendirikan istana ditempat peristirahatannya dan dirikanlah kerajaan bernama Sambas atau Negeri Kota Lama . Seterusnya Panglima menjadi rajanya sampai kepada turunan yang terakhir, kemudian raja terakhir itu diharuskan mengawinkan salah seorang putrinya dengan salah seorang pemuda berketurunan bangsawan dari negeri Brunai. Maka pada keesokan harinya Panglima kumpulkan semua komandan pasukannya untuk bermusyawarah , sebelum memberitahukan kejadian dari mimpinya, beliau memberitahukan , membatalkan niatnya sementara ini akan kembali ke Jawa, yang menjadi pembicaraan itu ialah untuk merealisasikan mimpi beliau itu, bagaimana caranya yang baik untuk membuat istana disini, sedangkan bahan dan peralatannya sama sekali tidak ada. Keputusan musyawarah itu meminta bantuan kepada rakyat suku – suku dayak dan melayu. Maka dipanggillah kepala – kepala suku dayak dan melayu untuk bermusyawarah dan minta bantuannya menyediakan bahan kayu atap dll, untuk mendirikan istana untuk tempat kedudukan raja dinegeri yang baru ini, Semua kepala suku sangat bersetuju dan menyukai akan membantu sepenuhnya kehendak Panglima itu, sebab mereka berpendapat mereka memerlukan pimpinan pemerintahan negeri yang baru, sebab sudah beberapa waktu yang lalu pemerintahan negeri yang lama hilang lenyap tidak tahu sebab musababnya dan mereka juga menceritakan kepada Panglima dimana tempat yang akan dibangun istana raja, pada mulanya disinilah letaknya istana lama. Disekitar istana itu dibangunlah perkampungan diberi nama Kampung Sekampung yang menurut cerita dari kepala – kepala suku Melayu dan Dayak , bahwa kampung Sekampung itu nama kampung yang asal , akan tetapi hilang lenyap bersama istana rajanya. Setelah istana ditempati Panglima dengan pembantu – pembantunya diadakan pesta rakyat yang cukup meriah, semua pemuka dan ketua – ketua suku dan sebagian hamba rakyat diundang dalam pesta keramaian itu, masing – masing suku mempertunjukkan keseniannya, kesempatan yang baik bagi Panglima Hamangkurat untuk mengangkat dirinya menjadi Raja dengan disetujui oleh seluruh komandan dan anggota – anggota pasukannya serta kepala – kepala suku melayu dan dayak serta pemuka – pemuka rakyat serta hamba rakyat yang hadir , Panglima Hamangkurat mengelar dirinya dengan nama gelaran Mangkubumi Penembahan Prabu Hamangkurat , ibu negeri kerajaan bernama Sambas atau Kota Lama, kejadian ini diperkirakan tahun 1461 Masehi.
               Penembahan Prabu Hamangkurat , Baginda memerintah kerajaan Sambas dengan baik, selamat, adil dan makmur diperkirakan tahun 1461 – 1490 M. Setelah Baginda wafat digantikan oleh putranya bergelar Penembahan Prabu Kesuma Negara diperkirakan tahun 1491 – 1525 M . Setelah kerajaan Mojopahit di Jawa jatuh dikira tahum 1518 M , maka kerajaan Sambas Kota Lama terlepas dari Mojopahit merdeka dan berdaulat. Dijaman pemerintahan putra Penembahan Prabu Kesuma Negara bernama Penembahan Kesuma Yuda, Kerajaan Sambas Kota Lama bersahabat dengan kerajaan Melayu  Johor di Semenanjung Malaysia, ada di sebut kerajaan Sambas Kota Lama mengantar upeti tiap – tiap tahun ke Johor berupa emas urai , jamur kerang, tidak disebutkan berapa banyaknya. Hubungan Sambas Kota Lama dengan pulau Jawa, Sumatra, Malaysia, Kalimantan sendiri selalu terbuka, Pemerintahan Penembahan Kesuma Yuda diperkirakan 1525 – 1562 M . setelah Penembahan Kesuma Yuda wafat digantikan oleh putranya Penembahan Prabu Pangeran Ratu Sepudak diperkirakan sekitar tahun 1562 – 1610 M  membawa perubahan yang menyeluruh karena kehendak masa yang telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa Allah S.W.T.  Dalam sejarahnya pernah Penembahan Prabu Pangeran Ratu Sepudak mengadakan perjanjian dagang dengan VOC Kompeni Belanda tahun 1609 antara lain disebutkan : Pertama sekali Baginda Ratu Sepudak pada tanggal 1 Oktober 1609  telah membuat perjanjian dengan VOC dalam mana perjanjian itu hanya menyebutkan bahwa Baginda Ratu tidak akan menjual emas dan barang – barang hasil hutan kepada orang – orang Eropa dan yang lain – lain, selain dari Kompeni Belanda .

               Jadi nama – nama Raja Sambas Hindu berasal dari Majapahit yang memerintah Negeri Sambas dengan ibukota Kota Lama adalah :
1.    Mangkubumi Penembahan Prabu Hamangkurat  diperkirakan memerintah 1461 – 1490 M
2.    Penembahan Prabu Kesuma Negara diperkirakan memerintah 1491 – 1525 M
3.    Penembahan Kesuma Yudha diperkirakan memerintah  1525 – 1562 M
4.    Penembahan Prabu Pangeran Ratu Sepudak diperkirakan sekitar tahun 1562 – 1610 M
5.    Penembahan Ratu Anum Kesumayuda diperkirakan sekitar tahun  1610  M




  C.       Hubungan Sambas dengan Brunai Darussalam             
               Banyak cacatan sejarah yang menuliskan tentang hubungan Sambas dengan Brunai dengan berbagai macam versi diantaranya adalah Menurut catatan sejarah yang ditulis oleh H.Abdullah Kadir yang ditulis di Pemangkat pada 10 Februari 1989, beliau pernah bekerja di kantor Sulthan Muhammad Mulia Ibrahim, untuk mengisi waktu tua sebelum beliau wafat sempat menulis catatan sejarah berjudul “ Sekitar Kerajaan Sambas Alwatzikhubillah (Alwaaziik Billah )” …..  Bersamaan dengan datangnya seorang mubalir bernama Abdul Qadir keturunan Al Mustamsir Al Abbasi yang ikut menyiarkan agama Islam ditanah air kita dan meninggal di Pasei 23 Rajab 822 H bersamaan dengan 15 Agustus 1419 M , datang pula dua orang bersaudara sepupu bernama Assyarif Ali Assyarif Hasan Abi Annami Albarkat dan saudara sepupunya bernama Assyarif Ahmad Maulana Al wastiq Billah Al Abbasi. Mereka lama juga berada di Pasei sambil mempelajari bahasa Melayu dengan mempelajari huruf Arab – Jawi, dan dalam menyiarkan agama Islam sambil belajar bahasa Melayu sampai pasih, kemudian mereka meneruskan perjalanan ke negeri – negeri di Semenanjung seperti negeri Patani , Malaka , Johor …………... Setelah beberapa lama kedua bersaudara itu berada di Johor, datanglah utusan dari Raja Kerajaan Brunai, ketika itu Rajanya bernama Sulthan Ahmad, bersamaan pula datang seorang utusan dari kerajaan Melayu , yaitu kerajaan Paloh dengan ibu kota bernama Ceremai, rajanya bernama Datuk Magat. Kedua utusan raja yang datang bersamaan pula menginginkan minta datang ke negerinya untuk dijadikan guru agama. Kedua bersaudara itu memutuskan keberangkatannya, yaitu Assyarif Ali Assyarif Hasan Abi Annami Albarkat bersedia berangkat ke negeri Brunai dan Assyarif Ahmad Maulana Al Wastiq Billah Al Abbasi berangkat ke negeri Paloh Ceremai, mereka berangkat bersama – sama dengan utusan kedua negeri itu , masing – masing dengan tujuannya. Adapun kerajaan Brunai ketika itu sangat luas daerahnya disebelah Utara Kalimantan sampai di Sarawak dan Kerajaan Paloh dipesisir Kalimantan Barat dari Tanjung Datuk sampai Sungai Duri. Nasib baik bagi Assyarif Ali Assyarif Hasan Abi Annami Albarkat setelah beberapa lamanya di Brunai Darussalam , dijadikan menantu oleh Sulthan Ahmad . Karena Sulthan Ahmad tidak memdapatkan zuriat putera laki – laki untuk mengantikan tahta kerajaan, hanya mendapat seorang putri bernama Dayang Siti Marhamah, maka tahta kerajaan diserahkan kepada menantunya itu Assyarif Ali Assyarif Hasan Abi Annami Albarkat dengan gelaran Sulthan Sulaiman Syarif Ali digelar Sulthan Albarkat Syarif Hasan Assyarif Annami Albarkat ( kira – kira tahun 830 H atau 1427 M ).
               Adapun Assyarif Ahmad Maulana Al Wastiq Billah Al Abbasi sesampainya di negeri Paloh Ceremai disambut baik oleh Raja Paloh bernama Datuk Magat dan diterima oleh seluruh rakyat Paloh dengan senang hati. Dalam menyiarkan dan mengembangkan agama islam, beliau lebih dulu menanamkan ilmu tauhid, ilmu kebatinan ( tasauf ) serta mengajarkan budi pekerti, akhlak yang mendalam , kemudian baru mengajarkan fiqih dll, apabila muridnya sudah tamat belajar, dapat diandalkan menjadi seorang yang zuhud, warak atau seorang mukmin yang sejati. Mana murid – muridnya yang sudah tamat belajar diperintahkannya untuk meneruskan ajarannya kekampung – kampung luar kota sampai dipelosok – pelosok kampung dalam kerajaan Paloh ini sambil mendirikan masjid ditiap – tiap kampung itu. Apabila ada kesempatan beliau dapat berkunjung ke kampung – kampung  setelah adanya masjid – masjid dan disanalah beliau menjadi imam dan menyiarkan fatwa – fatwanya yang menjurus untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Allah S.W.T dan melarang pekerjaan – pekerjaan yang bertentangan dengan islam, ajaran – ajaran yang sangat berkesan ialah mengajak insan kejalan yang diridhoi oleh Tuhan antara lain berkata dengan benar, jujur, tidak boleh berbohong, tetap menyampaikan amanah , tidak boleh khianat dalam segala perbuatan baik yang disengaja atau tidak sengaja, ilmu tasauf yang mendalam, ilmu yakin, haqqul yakin. Oleh rakyat Paloh beliau mendapat gelaran Guru Besar dan Wali Allah. Setelah hamba rakyat kerajaan Paloh itu sebagian besar beragama Islam sepuluh tahun kemudian beliau diambil oleh Raja Paloh untuk menjadikan menantunya dan dikawinkan dengan puteri sulung bernama Siti Tanjung dan diangkat menjadi Datuk Kadi di kerajaan Paloh. Beberapa tahun kemudian, beliau  kurang puas dengan jabatannya itu , maka beliau mohon kepada ayahndanya untuk mendirikan sebuah negeri dipedalam kerajaan Paloh itu dipertengahan Sungai Bantanan sebelah kanan mudik Sungai Bantanan diperkampungan bernama Sekampung. Setelah mufakat dengan para menteri dan penasehatnya Datuk Magat menyetujui permintaan menantunya itu, kejadian itu diperkirakan bertepatan pada hari Jum’at 1 hari bulan Muharram 830 H atau ( 1 November 1426 H ) . Dibangun istana raja dan diproklamirkan berdirinya Kota bernama Sambas dan yang menjadi raja pertama ialah menantu Datuk Magat dengan gelaran Sulthan Syarif Ahmad Maulana Tsafiuddin Alwatzikhubillah dan akhirnya kerajaan Paloh bersatu menjadi kerajaan Sambas Alwatzikhubillah. Adapun nama Sambas itu adalah singkatan nama dari bahasa Arab “ Assyamsu Al Abbasi “ dimaksud dalam bahasa Indonesianya “ Matahari Abbasi “ disingkat nama itu menjadi Sambas, seharusnya disebut Syambas , akan tetapi sudah menjadi kebiasaan lidah orang Sambas menyebutnya Sambas, demikian Al Wastiq Billah menjadi Alwatzikhubillah. Setelah berdirinya negeri bernama Sambas itu, dari tahun ke tahun bertambah ramailah penduduknya yang berdatangan dari negeri – negeri di Semenanjung Malaysia dari Sumatra dan kepulauan sekitarnya untuk belajar memperdalam ilmu agama islam dan kebanyakan mereka menetap dan berkawin dengan penduduk daerah ini. Dalam membina kerajaan , Sulthan selalu berdampingan dengan rakyat dengan semboyan antara raja dan rakyat diibaratkan kata pepatah orang Sambas ‘ Aur bergantung pada tebing dan tebing bergantung pada aur “ maksudnya satu sama lain tunjang menunjang . Usaha Sulthan untuk memakmurkan negeri , menyebar luaskan penduduk didalam kerajaannya , hutan belantara digarap menjadi kampung – kampung baru dalam kerajaannya, tanah perladangan dan tanah perkebunan . Setelah kerajaan Sambas berdiri dan beberapa tahun kemudian Sulthan mengutus keluarganya berkunjung ke negeri Brunai Darussalam dan sebaliknya Sulthan Brunai mengutus keluarganya sama- sama kunjung – berkunjung dan sama – sama menukar kebudayaan , karena rajanya satu turunan.
                Sulthan Syarif Ahmad Maulana Tsafiuddin Alwatzikhubillah terkenal oleh hamba rakyatnya seorang raja yang adil bijaksana dalam pemerintahannya, disebut juga seorang raja yang alim dan keramat atau Wali Allah. Setahun sebelum datangnya pasukan kerajaan Mojopahit yang akan menyerang kerajaannya, kerajaan Sambas , beliau sudah tahu dalam firasatnya, akan terjadi mala petaka akan menimpa rakyat negerinya yang sama sekali tidak diinginkannya, beliau mengkhawatirkan negerinya, negeri Sambas akan mengalami nasib yang sama seperti leluhurnya yaitu kota Bagdad yang hancur porak – poranda dari serangan bangsa Tartar dan Mongol yang ganas dan kejam tidak berprikemanusian. Maka firasatnya itu diberitahukannya kepada seluruh rakyat dalam kerajaannya. Untuk menghindari kemungkinan akan terjadinya mala petaka kehancuran negeri Sambas dan peradaban Islam, diajaknya seluruh hamba rakyat untuk berdoa kepada Tuhan Allah S.W.T mohon dijauhkan dari bala bencana mohon pertolongan dan perlindungannya dan mohon diselamatkan negeri dan rakyatnya dengan kekuasaannya dan menyerahkan segala – galanya atas kehendaknya Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta Allah S.W.T. Sudah diperhitungkan oleh Baginda Sulthan kalau negeri di pertahankan, pasukannya belum cukup kuat apabila dibandingkan dengan pasukan musuh yang akan datang menyerang, pasti pasukannya akan hancur lebur dan rakyat akan menderita dan agama Islam akan terancam kepunahannya. Sebelas bulan lamanya Baginda bersama – sama seluruh rakyatnya yang taat dan setia kepada Baginda, diajak berdoa bersama atau perorangan diwaktu sholat berjama’ah baik di masjid dan dirumah tetap berdoa minta keselamatan Raja, rakyat dan negeri dari bahaya serangan musuh yang akan datang dengan sungguh – sungguh berdoa, dan Baginda Sulthan beritahu juga, bahwa sewaktu – waktu sebelum datangnya serangan musuh nanti, negeri dan kampung halaman kita akan lenyap dari pandangan musuh, kembali menjadi hutan dan belukar seperti semula jadi dan Baginda akan hamba yang taat dan setia kepada raja, akan berpindah menjadi mahluk halus berpindah dari alam yang nyata kealam yang ghaib termasuk pula binatang ternak peliharaan dan barang – barang lainnya seperti rumah sampan dll. Dengan takdir dan kuasa Allah S.W.T  terjadilah hal yang demikian, sebulan sebelum datangnya pasukan kerajaan Mojopahit, sebagaimana yang telah diceritakan diatas, apa yang didapati oleh Panglima pasukan armada Mojopahit itu. Maka sejak kejadian itu, kerajaan Sambas Alwatzikhubillah yang ghaib itu kembali kepada asal mulanya menjadi kerajaan Paloh dengan ibu kota Ceremai, banyak orang menyebut kerajaan orang Kebenaran atau Negeri orang Kebenaran.
                Menurut  Christopher Buyers "The Royal Ark - Royal and Ruling Houses of Africa, Asia, Oceania and the Americas",  yang menulis tentang Silsilah Paduka Sri Sultan Muhammad Hassan ibni al-Marhum Sultan Saif ul-Rijal Nur ul-Alam [al-Marhum di Tanjong Cheindana]  ,
1582 – 1598 H.H. Paduka Sri Sultan Muhammad Hassan ibni al-Marhum Sultan Saif ul-Rijal Nur ul-Alam [al-Marhum di Tanjong Cheindana], Sultan and Yang di-Pertuan of Brunei Dar us-Salam, son of H.M. Paduka Sri Sultan Saif ul-Rijal Nur ul-Alam ibni al-Marhum Paduka Sri Begawan Sultan 'Abdu'l Kahar Jalil ul-Alam, Sultan and Yang di-Pertuan of Brunei Dar us-Salam, educ. privately. Succeeded on the death or abdication of his elder brother, 1582. Subdued several provinces and consolidated the kingdom over a large part of Borneo. m. (first) a princess. m. (second) a princess. m. (third) a princess. m. (fourth) Putri Sulu, daughter of H.H. Paduka Maulana Maha Sri Sultan Shah Muhammad al-Halim Buddiman, Sultan of Sulu, by his wife, Putri Brunei, daughter of H.H. Paduka Sri Begawan Sultan 'Abdu'l Kahar Jalil ul-Alam ibni al-Marhum Sultan Bolkiah Shah Alam. m. (a) the wife of the then Orang Kaya di-Gadong. He d. at Tanjong Cheindana Palace, Chermin island, 1598 (bur. Tanjong Cheindana), having had issue:
1) Y.A.M. Raja Tua 'Abdu'l Jalil, who succeeded as H.H. Paduka Sri Sultan Sultan 'Abdu'l Jalil ul-Akbar ibni al-Marhum Sultan Muhammad Hassan, Sultan and Yang di-Pertuan of Brunei Dar us-Salam - see below. Copyright© Christopher Buyers
2) Y.A.M. Raja Tengah Ibrahim*. Expelled from Brunei for disputing the succession with his elder brother, Sultan Jalil ul-Jabbar. Travelled to Johor and Sukadana, eventually establishing  his rule over parts of Sarawak, under the title of Sultan Anum Ibrahim 'Ali 'Umar Shah. m.  (first) Y.A.M. Raja Baka, Ratu Suriya Kusuma, daughter of H.H. Paduka a Sri Sultan Muhammad Taj ud-din, Sultan of Sukadana and Panembahan of Landak. m. (second) at  Matan, Y.A.M. Putri Matan, daughter of the ruler of Matan. He was k. by one of his  followers, at Santubong, Sarawak, ca. 1641  (bur. there), having had issue, five sons and   three daughters:
           a) Y.A.M. Radin Sulaiman, who became H.H. Sri Paduka al-Sultan Tuanku Muhammad  Saif uddin I ibni al-Marhum Sultan Anum Ibrahim 'Ali 'Umar Shah, Sultan of Sambas (s/o Ratu Suriya  Kusuma) - see Indonesia (Sambas).
           b) Y.A.M. Radin Bahar ud-din, Pangiran Bendahara Sri Maharaja (cre. 20th August 1630)  (s/o Ratu Suriya Kusuma).
           c) Y.A.M. Radin 'Abdu'l Wahab [Raja Ludin], Pangiran Temenggong Jaya Kusuma (cre. 20th August 1630) (s/o Ratu Suriya Kusuma). He had issue, a son:
      i) Y.M. Radin Ahmad, Pangiran Bendahara Sri Maharaja of    Sambas.
          d) Y.A.M. Pangiran Mangku Negara of Matan  
              (s/o Putri Matan).
              a) Y.A.M. Radin Rasmi Putri, Pangiran Sari (d/o Ratu Suriya Kusuma).
             b) Y.A.M. Radin Ratnavati (d/o Ratu Suriya
                 Kusuma).
     3) Y.A.M. Raja Muhammad 'Ali, who succeeded as H.H. Paduka Sri Sultan Sultan Haj Muhammad 'Ali ibni al-Marhum Sultan Muhammad Hassan, Sultan and Yang di-Pertuan of  Brunei Darus- Salam - see below.
     4) Y.A.M. Pangiran di-Gadong Besar (son by the wife of the then Orang Kaya di-Gadong). He  had  issue:
  a)Y.A.M. Pangiran Maharaja Laila. Copyright© Christopher Buyers
     5) Y.A.M. Raja Bongsu, Pangiran Adipati Agung, who succeeded as H.H. Paduka Maulana Maha  Sri Sultan Muwali al-Wasit Shah, Sultan of Sulu (s/o Putri Sulu) - see Philippines (Sulu).
     6) Y.A.M. Pangiran Shahbandar Maharaja Laila
         (s/o Putri Sulu).
    7) Y.A.M. Pangiran Paduka Tuan Haji Matserudin ibni al-Marhum Sultan Hassan (?).
     8) Y.A.M. Pangiran Ahmad.
                        Christopher Buyers menerangkan bahwa Sulthan Muhammad Hasan , Sulthan Brunai  ke – 9  adalah putra kedua Sutlhan Saiful Rijal Nurul Alam ibni Sulthan Abdul Kahar Jalilul Alam memerintah Brunai Darussalam tahun 1582 – 1598 mempunyai beberapa orang istri diantaranya Putri Sulu anak Paduka Maulana Maha Sri Sulthan Shah Muhammad Halim Budiman dari pernikahannya dikaruniai putra – putri sebagai berikut :
1.    Raja Tua bergelar Sulthan Abdul Jalilul Akbar Sulthan Brunai ke – 10 memerintah negeri Brunai 1598 – 1659 M
2.    Raja Tengah diangkat menjadi Sulthan di Sarawak pada Tahun 1599 M dengan Gelar Sulthan Tengah Ibrahim Ali Omar Shah
3.    Raja Muhammad Ali menjadi Sulthan Brunai ke – 12 dengan gelar Sulthan Haji Muhammad Ali memerintah Brunai 1660 – 1661 M
4.    Pangeran Digadong Besar
5.    Raja Bungsu menjadi sulthan di Sulu dengan gelar Paduka Maulana Sri Sulthan Maha Muwali Al Wasit Shah
6.    Pangeran Shahbandar Maharaja Laila
7.    Pangeran Paduka Tuan Haji Matserudin
8.    Pangeran Ahmad
Putra kedua Sulthan Muhammad Hasan yang  bernama Raja Tengah dinobatkan oleh abangnya Sulthan Abdul Jalilul Akbar sebagai Sulthan Sarawak dengan gelar Sulthan Ibrahim Ali Omar Shah inilah yang menjadi nenek moyang raja – raja Sambas Islam.
              Menurut  Ydt Sulthan Muhammad Tsafiuddin II ,dalam bukunya Silsilah Kerajaan Sambas ditulis dalam huruf Arab Melayu atau Jawi pada malam Jum’at 14 Ramadhan 1321 H bersamaan dengan 4 Desember 1903 M menjelaskan asal usul Raja Tengah :
Bismillahi rakhmanir rakhim
Wabihi nas tainu ala inilah silsilah raja yang kerajaan di negeri Brunai dinyatakan oleh Datuk Imam Ja’kub ia mendengar dari pada Murhum Bungsu Sulthan Mahyudin (      )  dan Sri Paduka Maulana Sulthan Kamaluddin. Kedua raja itu menyuruh menyuratkan datuk nenek moyangnya supaya diketahui oleh segala anak cucu cicitnya yang sekarang ini dan dikemudian hari . Wallhu alam.
“ Maka tersebutlah ceritanya segala jaman masanya sesuatu sulthan yaitu :  bahwa inilah silsilah segala raja – raja yang mempunyai tahta memiliki kerajaan di dalam Negeri Brunai Darussalam yang turun menurun yang mengambil pusaka naubat negara dan genta alamat dari negeri Johor Kamalul Maqam dan mengambil pula naubat negara itu dari Minangkabau yaitu Negeri Sagatang atau Negeri Andalas. Maka adalah yang pertama-tama Kerajaan di Negeri Brunai dan membawa Islam dan mengikuti syariat Nabi kita Muhammad Mustafa Sallallahhu’alaihi Wassallam di dalam negeri Brunai yaitu Paduka Sri Sulthan Muhammad maka adalah zaman dahulu dari pada baginda itu negeri Brunai lagi kafir takluk ke Majapahit maka pada masa mati Batara Majapahit dan Patih Gajah Mada maka Negeri Majapahit pun binasalah tiadalah lagi Brunai mengantar upeti setempayan air pinang muda tanda setahun. Syahdan adapun Sri Paduka Sulthan Muhammad yang tersebut diatas tiada beranak laki – laki hanya seorang perempuan, bermula kepada masa itu pun raja Cina menitahkan dua orang menteri mengambil gemala naga di suatu bukit maka beberapa Cina yang mati dimakan naga itu tiadalah dapat gemalanya telah demikian digelar bukit itu Cina Balu. Sebermula adalah menteri Cina seorang Wang Kung namanya dan seorang Awang San Ting  namanya. Maka Awang San Ting itu mengeluarkan akal berbuat peti kaca, maka ditaruhnya dian dalam peti kaca itu. pada takkala naga mencari makan maka diambilnya gemala itu maka digantinya dengan dian besar itu maka pada sangka naga kekal juga gemala itu. Maka segala Wang Kung takkala sudah dapat kemala itu sekalianpun berlayarlah pulang ke negerinya telah jauhlah dari bukit Cinabalu itu maka berbantahlah keduanya maka dapat juga gemala itu oleh Wang Kung maka Awang San Ting pun merajuklah tiada mau lagi pulang ke Negeri Cina lalu berbalik ke Brunai apabila sampailah ia ke Brunai lalu beristrikan putri Sulthan Muhammad itu maka digelar pula Sulthan Ahmad maka kerajaan Negeri Brunai pun diberikan Baginda kepada anaknda Baginda Sulthan Ahmad maka Sulthan Ahmad pun beranak seorang perempuan terlalu baik parasnya sebermula maka adalah pula seorang Syarif Ali bin Hasan Abi  Ummi Ibni Barkat Pancur Amir Hasan cucu Rasulullah Sallallhu’alaihi Wassallam datang dari negeri Thaib maka diambil oleh Sulthan Ahmad Tuan Syarif itu menantu dan kerajaan negeri Brunai diberikan oleh baginda kepada anaknda Baginda maka digelar pula Sulthan Barkat maka baginda lebih mengeraskan syariat Rasulullah Sallallhu’alaihi Wassallam dan bagindalah yang mendirikan masjid didalam negeri Brunai dan rakyat Cina disuruh baginda berbuat Kota Batu maka Paduka Sri Sulthan Barkat itu beranakan Sulthan Paduka Sri Sulthan Sulaiman. Sri Sulthan Sulaiman beranakan Paduka Sri Sulthan Bolqiyah bertahta raja mengalahkan Negeri Sulu dan mengalahkan Negeri Sulu diangkat rajanya bernama Datuk Pagabi. Dan Sulthan Bolqiyah beranakan Paduka Sri Sulthan Abdul Qahhar yang dinamai Marhum Keramat, Marhum Keramat beranakan Paduka Sri Sulthan Saiful Rijal. Sulthan Saiful Rijal beranakan Paduka Sri Sulthan Syah Brunai takkala baginda itu mangkat maka kerajaan pula saudara Baginda Paduka Sri Sulthan Hasan ia digelar Marhum Tanjung dan ialah sangat keras di atas kerajaannya dan ialah yang menaklukkan seluruh Tanah Bajo dan menangkap Batara Sulu dan ialah beranakan Paduka Sri Sulthan Abdul Jalil Akbar yang dinamai Murhum Tua. Murhum Tua beranaklah Paduka Sri Sulthan Abdul Jalil Jabbar maka takkala mangkat baginda, baginda itu maka kerjaan pula saudara ayahnda Baginda bernama Paduka Sri Sulthan Muhammad Ali ialah yang berbuat kerjaannya oleh bendaharanya ialah yang dinamai Murhum Tumbang di Rumput itu kerjaan pula anak saudaranya bernama Paduka Sri Sulthan Mahyudin dan ialah berperang dengan Pulau mengambil kerajaan Pulau daripada Sulthan Abdul Mubin dan ialah yang dinamai Murhum Bungsu . Takkala mangkat Baginda itu maka kerjaan Pulau itu saudara baginda Paduka Sri Sulthan Nasrudin. Takkala mangkat baginda itu maka kerajaan Pulau itu sepupu baginda bernama Paduka Sri Sulthan Kamaludin yaitu anak Sulthan Muhammad Ali dan ialah dinamai Marhum Di Lobak beranakan Pangeran Di Gadung dan Pangeran Baharudin beranakan Pangeran Darmawangsa beranakan Pangeran Saifuddin beranak dua seorang perempuan namanya Pangeran Nur Alam dibuat istri oleh Syarif Aqa beranak dua orang seorang laki – laki maka Baginda itu pun memberikan Kerajaan itu cucu sepupu Baginda bernama Paduka Sri Sulthan Alauddin. Paduka Sri Sulthan Alauddin beranakan Paduka Sri Sulthan Umar Safiuddin. Inilah salsilah Raja- raja yang duduk di Kerajaan turun – menurut di Negeri Brunai beranak Petuan Muda beranakan Paduka Sri Sulthan Jamalul Alam beranakan Paduka Sri Sulthan Umar Ali Saifuddin beranakan Paduka Sri Sulthan Hasyim……….
Fasal yang Pertama
Adapun Pancur titisan Raja Brunai yang masuk di Sambas yaitu asal mulanya
1.      Sulthan Muhammad beranak perempuan berlakikan menteri raja Cina bernama Awang San Ting digelar
2.      Sulthan Ahmad beranak perempuan berlakikan tuan Syarif Ali Bin Hasan Bin Ummi Ibni Barkat pancaran Amir Hasan cucu Rasulullah S.A.W datang dari Negeri Thaib di gelar
3.      Sulthan Barkat beranakan
4.      Sulthan Sulaiman beranakan
5.      Sulthan Bulqiyah beranakan
6.      Suthan Abdul Qohhar beranakan
7.      Sulthan Syaiful Rijal beranakan
8.      Sulthan Syah Brunai beranakan
9.      Sulthan Hasan beranakan
10.  Sulthan Abdul Jalil Akbar beranakan
11.  Raja Tengah ( artinya anak yang tengah )
Fasal yang Kedua
Adapun puteranya Paduka Sri Sulthan Abdul Jalil Akbar yang bernama Raja Tengah sangat gagah beraninya . Tiada berlawan serta dengan nakalnya barang tiada berketahuan setelah dilihat oleh kakandanya itu yaitu Sulthan Abdul Jalil Jabbar maka bagindapun duka cita karena tiada siapa berlawan dengan dia, hatta maka dipanggil oleh kakaknda Baginda Sri Titah Baginda hai saudaraku kakanda ini dengan rahmat Allah Ta’ala menjadi Raja dalam negeri Brunai, akan adindapun hendak kakanda rajakan juga, maka hati kakanda baharulah suka karena kita ini sama juga anak Marhum, maka sembah Raja Tengah adapun patik ini hamba bawah duli, maka titah patik junjung, tiadalah ia tahu akan dirinya hendak dikeluarkan dari Negeri Brunai, setelah demikian titah kakanda baginda baiklah adinda kanda rajakan di Serawak dan bawa oleh adinda sakai sendiri seribu akan teman adinda, maka sembah Raja Tengah mana titah patik junjung, maka iapun berlayar ke Serawak. Syahdan tiada berapa lamanya Raja Tengah di Serawak dan lalu menyuruh berbuat istana dan kota serta menjadikannya seorang Temenggung maka baginda sendiri lalu berlayar ke Johor hendak bertemu dengan Raja Bunda karena Raja Bunda itu Saudara Murhum Tua diperistri oleh Paduka Sri Sulthan Abdul Jalil di Negeri Johor ……………….”
               Menurut Hubungan Silsilah Kesulthanan Sambas dan Brunai di shahkan oleh Jabatan Pusat Sejarah Brunai terdapat perbedaan tentang ayah Raja Tengah, menurut versi Brunai :
“ Kesulthanan Brunai dimulai dari seorang raja bernama Sulthan Muhammad ( 1363 - 1402 M ). Baginda hanya mempunyai seorang putra bernama Abdul Majid Hasan dan seorang putri bernama Putri Ratna Dewi. Putri Ratna Dewi oleh Baginda dikawinkan dengan seorang muallaf berasal dari keturunan Cina bernama ONG SUM PING. Setelah Sulthan Muhammad Wafat, Baginda digantikan oleh putranya yang bernama Abdul Madjid  Hasan , sebagai Sulthan Brunai dengan gelar Sulthan Abdul Madjid Hasan memerintah Brunai ( 1402 – 1408 M ). Setelah Sulthan Abdul Madjid  Hasan wafat, karena Baginda tidak mempunyai seorang putra mahkota maka sebagai penggantinya diangkatlah ONG SUM PING sebagai Sulthan  Brunai  dengan  gelar Sulthan   Ahmad   yang    memerintah     ( 1408 – 1425 M ). Dari perkawinannya tersebut Sulthan Ahmad dikaruniai seorang putri bernama Putri Ratna Kesuma, kemudian dinikahkannya dengan seorang bangsawan Arab yang baru datang dari negeri Thaib ( Mekah ) bernama Syarif Ali Bin Hasan Bin Anami Bin Barkat Pancaran Amir Hasan Cucu Rasulullah, yang kemudian menjadi Sulthan Brunai bergelar Sulthan Barkat memerintah Brunai tahun          ( 1425 – 1432 M ). Sulthan Barkat kemudian digantikan oleh putranya bernama Sulthan Sulaiman memerintah negeri Brunai tahun ( 1432 – 1485 M ). Sulthan Sulaiman kemudian digantikan oleh putranya bernama Sulthan Bolqiah memerintah Brunai ( 1485 – 1524 M ). Selanjutnya Sulthan Bolqiah digantikan oleh putranya bernama Sulthan Abdul Kahar memerintah ( 1524 – 1530 M ). Sulthan Abdul Kahar digantikan oleh putranya bernama Sulthan Saiful Rijal memerintah Brunai Tahun ( 1533 – 1581 M ). Sulthan Saiful Rijal mempunyai 3 orang putra masing – masing bernama Pangeran Shan Brunai , Pangeran Muhammad Hasan dan Pangeran Muhammad. Setelah Baginda mangkat maka diangkatlah Pangeran Shah Brunai menjadi Sulthan dengan gelar Sulthan Shah Brunai memerintah tahun (1581 – 1582 ), Karena Sulthan Shah Brunai tidak mempunyai putra maka diangkatlah adiknya Pangeran Muhammad Hasan menjadi Sulthan dengan Gelar  Sulthan Muhammad Hasan yang memerintah negeri Brunai tahun ( 1582 – 1598 M ), sedangkan adiknya Pangeran Muhammad diangkat menjadi Pangeran Bendahara. Sulthan Muhammad Hasan mempunyai 3 orang putra masing – masing bernama Pangeran Abdul Jalilul Akbar, Pangeran Raja Tengah dan Pangeran Muhammad Ali. Setelah Sulthan Muhammad Hasan Wafat maka diangkatlah Pangeran Abdul Jalilul Akbar menjadi Sulthan dengan gelar Sulthan Abdul Jalilul Akbar memerintah negeri Brunai ( 1598 – 1659 M ).”

               Dari keterangan hubungan silsilah Kesulthanan Sambas dan Kesulthanan Brunai mengatakan bahwa Raja Tengah adalah anak dari Sulthan Muhammad Hasan dan Sulthan Abdul Jalil Akbar adalah abang Raja Tengah, dan Sulthan Abdul Jalil Jabbar adalah anak Sulthan Abdul Jalil Akbar jadi sepupu Raja Tengah. Sedangkan menurut Sulthan Muhammad Tsafiuddin II, ayah Raja Tengah adalah Sulthan Abdul Jalil Akbar dan abangnya adalah Sulthan Abdul Jalil Jabbar. Dari perbedaan tersebut penulis lebih cenderung membenarkan versi Brunai karena yang terdapat dalam silsilah hubungan Silsilah Kesulthanan Sambas dan Kesulthanan Brunai telah mengalami penelitian oleh Jabatan Pusat Sejarah Brunai dan telah diakui secara resmi oleh Kesulthanan Brunai. Sedangkan menurut versi Sulthan Muhammad Tsafiuddin II terdapat beberapa kelemahan seperti pada tulisan bab awal “Sulthan Saiful Rijal beranakan Paduka Sri Sulthan Syah Brunai takkala baginda itu mangkat maka kerajaan pula saudara Baginda Paduka Sri Sulthan Hasan ia digelar Marhum Tanjung “
tulisan ini bertentangan dengan tulisan yang terdapat pada pasal pertama “
Sulthan Syaiful Rijal beranakan
Sulthan Syah Brunai beranakan
Sulthan Hasan beranakan
Sulthan Abdul Jalil Akbar beranakan
Raja Tengah artinya anak yang tengah
               Dari keterangan yang bertentangan tersebut di bagian awal menyatakan bahwa Sulthan Saiful Rijal adalah ayah dari Sulthan  Syah Brunai dan Sulthan Hasan sedangkan pada pasal yang pertama menyatakan bahwa Sulthan Syah Brunai beranakan Sulthan Hasan dari perbedaan tersebut maka penulis berkesimpulan bahwa kejadian pada pasal yang kedua itu sama kasusnya dengan kejadian diatas dan dapat di simpulkan  bahwa ayah Raja Tengah adalah Sulthan Hasan dan Sulthan Abdul Jalil Akbar adalah abangnya .

D.      Kedatangan Raja Tengah ke Sambas
                             Kedatangan Raja Tengah di Sambas terjadi  masa pemerintahan Ratu Sepudak , kemudian tidak berapa lama berada di kota Bangun, Ratu Sepudak wafat untuk mengantikannya diangkatlah menantunya yang bernama Pangeran Prabu Kencana menjadi Raja dengan gelar Ratu Anum Kesuma Yuda. Pada masa Ratu Anum Kesuma Yuda inilah Raja Tengah meminangkan putranya yang bernama Raden Sulaiman dengan Mas Ayu Anom putri  Ratu sepudak . Ratu sepudak mempunyai 2 orang putri yang pertama bernama Mas Ayu Anom dinikahkannya dengan keponakannya yaitu Ratu Anom Kesuma Yuda dan yang bungsu bernama Mas Ayu Bungsu, Mas Ayu Bungsu inilah yang dinikahkannya dengan Raden Sulaiman.
               Ada beberapa sumber yang menceritakan tentang keluarnya Raja Tengah dari Brunai ;
menurut Sulthan Muhammad Tsafiuddin ; keluarnya Raja Tengah dari Brunai karena dianggap nakal dan sering berbuat onar, dan tidak ada satupun yang berani melawannya, kalau dibiarkan ini berlarut – larut dapat berakibat menjatuhkan marwah abangnya sebagai Sulthan di Brunai.
Menurut Halim Abdul Rahman
Apabila Paduka Sri Sultan Muhammad Hassan ibni al-Marhum Sultan Saif ul-Rijal Nur ul-Alam , Sultan Brunei ke-sembilan yang memerintah pada tahun 1582 hingga 1598 mangkat, takhta pemerintahan telah jatuh kepada Putera sulungnya yang kemudian bergelar Paduka Sri Sultan 'Abdu'l Jalil ul-Akbar ibni al-Marhum Sultan Muhammad Hassan. Sultan Abdul Jalilul Akbar mempunyai seorang adinda (adik) bernama Pengiran Muda Tengah Ibrahim Ali Omar Shah atau lebih dikenali sebagai Raja Tengah. Menurut sumber lisan, Pengiran Muda Tengah turut berkeinginan untuk menjadi Sultan Brunei. Baginda membantah dengan menyatakan abangnya lahir ketika ayahandanya belum menjadi Putera Mahkota, sedangkan dia lahir ketika Sultan Muhammad Hassan dilantik sebagai Putera Mahkota. Pengiran Muda Tengah berpendapat, baginda lebih layak untuk menjadi Sultan berbanding abangnya. Sultan Abdul Jalilul Akbar adalah seorang yang bijak. Dia memahami maksud adindanya itu dan cuba memenuhi keinginan adindanya. Jalan penyelesaian untuk Sultan Abdul Jalilul Akbar adalah dengan melantik Pengiran Muda Tengah sebagai Sultan di tempat lain. Dengan itu, Pengiran Muda Tengah telah diangkat sebagai Sultan Sarawak, kerana Sarawak ketika itu merupakan salah satu wilayah Brunei.
Mengenai perjalanan Raja Tengah ke Johor dan akhirnya sampai ke Sambas Seperti yang diceritakan oleh Almarhum Sulthan Muhammad  Tsafiuddin II dalam Silsilah Kerajaan Sambas Fasal yang kedua sebermula Raja Tengah sampai ke Johor dipermuliakan oleh yang dipertuan  dijamu makan minum dengan tepuk tari, hatta segala hari orang makan minum itu maka menari Maharaja Adinda hendak diungkapkannya kepada Raja Tengah , maka kata Raja Tengah jangan sahaya diungkap orang Brunai tiada tahu menari, maka disorong juga oleh Maharaja Adinda maka disambut oleh Raja Tengah itu, ketika itu seledang dari pada Adinda ditariknya dua tiga langkah lalu dipuntalnya selendang itu ditamparkannya kemuka Maharaja Adinda sudah itu lalu ia turun keperahu, maka yang dipertuan pun murka hendak membunuh Raja Tengah, setelah didengar oleh Raja Bunda maka iapun turun keperahu  Raja Tengah menyuruh segera keluar berlayar, Raja Tengah pun berlayar hendak pulang ke Sarawak jatuh ke Negeri Matan maka disambut oleh Sri Paduka Sulthan Matan yang bernama Sulthan Muhammad Tsafiuddin, adapun Negeri Matan orang sebut juga Negeri Sukadana.
Fasal yang Ketiga
Adapun Raja Tengah takkala di Negeri Sukadana terlalulah ia merendahkan dirinya kepada Paduka Sulthan Muhammad Tsafiuddin , maka Sri Paduka Sulthan pun kasihanlah pada Raja Tengah dibuatnya seperti saudaranya betul, maka adalah suatu hari Sri Paduka Sulthan Muhammad Tsafiuddin pun berpikir dalam hatinya melihat budi pekerti Raja Tengah yang terlalu baik maka pikir Sulthan baiklah aku jadikan dengan saudaraku yang bernama Ratu Surya, telah sudah habis pikirannya itu maka pada ketika yang baik dan waktu yang baik maka Raja Tengah pun dikawinkanlah dengan Ratu Surya, bagaimana istiadat segala raja – raja bekerja bergawai demikianlah juga pekerjaan itu, maka telah sudah yang demikian itu , hatta beberapa lamanya telah berkasih – kasihan Raja Tengah itu laki istri , maka ada pada suatu hari maka Raja Tengah pun mufakat ia laki istri bicarakan hendak berkunjung duduk di tanah Sungai Sambas, maka pergilah ia menghadap kedua laki istri itu pada Duli Sulthan, maka Raja Tengah pun berdatang sembah ke bawah Duli Sulthan Muhammad Tsafiuddin maka sembahnya jikalau ada kiranya ampun kurnia duli tuanku patik pohonkanlah akan tinggal duduk di Sungai Sambas, maka Sulthan pun diam ia ketika itu tiada berkata – kata , maka Raja Tengah pun telah kembali pulang kerumahnya kedua laki istri, maka sepeninggalan Raja Tengah pulang maka Sulthan pun bertitah menyuruh memanggil segala menteri – menteri hulu balang punggawa sekalian, maka telah berhimpunlah akan segala menteri hulu balang dan punggawa itu menghadap duli Sulthan , maka titah Sulthan bagaimana kiranya segala menteriku ini akan hal Raja Tengah datang ia kepadaku hendak meminta duduk di Sungai Sambas, maka sembah sekalian menteri hulu balang dan punggawa sepatutnyalah akan seperti permintaan Paduka Adinda Raja Tengah itu bertambah lagi Raja Tengah itu jadi ipar bawah duli tuan patik dan istrinya itu saudara duli patik yang sepatutnya juga paduka adinda itu duduk disana lagi pun jika ada kesusahan dan kesakitan boleh juga minta tolong kepada Paduka Adinda itu, maka setelah sudah semufakat bicata, maka Raja Tengah pun pergilah pula ia menghadap Sri Paduka Sulthan , maka titahnya seperti Paduka adinda laki istri hendak minta duduk di tanah Sungai Sambas sebaik – baiknyalah dan sepatut – patutnyalah juga adinda duduk disana, maka jangan tiada – ada melainkan kita bertolong – tolongan kelak barang tiap – tiap suatu hal yang kesusahan dan kesakitan jangan sekali – kali lupa dan lalai selama – lamanya akan titah Sri Paduka Kakanda itu, maka sembah Raja Tengah atas titah itu Insya Allah Ta’ala serta dengan berkat daulat Duli Tuan,  aku mudah – mudahan jangan menaruh lupa dan lalai akan serta titah itu, setelah yang sudah demikian itu, maka Raja Tengah pun kembali kedua laki istri ke rumahnya, maka Sulthan pun sudah pertaruhkan akan saudaranya Ratu Surya kepada Raja Tengah, maka ketika itu Raja Tengah sudah dapat lima orang putera tiga laki – laki dua perempuan yang tuanya laki – laki bernama Raden Sulaiman yang kedua bernama Raden Badaruddin yang ketiga bernama Raden Abdul Wahab yang keempat bernama Raden Rasmi Puri dan yang kelima bernama Raden Ratnawati, maka mereka sudah siap sekalian kelengkapan, maka keluarlah dari Sukadana dengan empat puluh haluan perahu dengan cukup alat senjata dan penuh orangnya serta membawa istrinya dan lima orang putranya itu kemudian tiada berapa lamanya di laut maka sampailah di Sungai Sambas, Sekalian itu perahu empat puluh buah dengan berkeselamatan semuanya tiada satu apa – apa mara bahayanya dan berhimpunlah berlabuh di Kota Bangun, berbuat dusun di situ , hatta beberapa lamanya Raja Tengah duduk istirahat disitu maka anaknya yang bernama Raden Sulaiman pun dipinangkan oleh ayahnda baginda itu kepada Mas Ayu Bungsu putrinya Ratu Sepudak yang tinggal di Kota Lama jadi ipar oleh Ratu Kesuma Yuda yang bernegeri di Kota Lama. Maka setelah putuslah bicaranya maka segeralah dikawinkan oleh ayahnda baginda semufakat dengan Sri Paduka Ratu Kesuma Yuda bagaimana istiadat raja – raja berkawin, maka telah selesai dari pekerjaan berkawin maka duduklah Raden Sulaiman dengan istrinya serta berkasihan kedua laki istri kemudian sudah berapa lamanya Raja Tengah duduk beristirahat lepas dari pada mengawinkan anaknda Raden Sulaiman itu, maka iapun pikirlah hendak pergi berlayar ke Serawak. Hatta pada suatu hari mufakatlah ia kedua laki istri hendak berlayar ke Serawak kembali lalu bermohon kepada Ratu Kesuma Yuda laki istri serta menyerahkan paduka anaknda Raden Sulaiman laki istri kepada Ratu Kesuma Yuda laki istri minta disuruh perintah diperbuat seperti saudara sendiri, kemudian Raja Tengah pun berlayar dari Sambas pergi ke Serawak setelah sampai ke Batu Buaya di Kuala Serawak Raja Tengah pun turun ke sampan minta dikayuhkan kepada seorang sakai gila, bertiga dengan budak membawa keris, setelah datang ke darat ia pun bertengger di atas batu hendak buang air, maka oleh sakai itu ditikamnya dengan tempuling kena rusuk baginda, maka baginda pun terkejut lalu mengambil keris pada tangan budak itu dipancungnya batang tempuling itu dan sakai itu dan budak yang membawa keris itu pun dipancungnya juga sudah itu lalu baginda pulang ke perahu, setelah Petinggi dan Temenggung mendengar baginda sudah di Kuala, maka keduanya hilir menyambut baginda lalu dibawanya pulang ke istana, setelah sampai ke istana maka baginda pun mangkatlah kemudian setelah selesai dari memeliharakan matinya Raja Tengah , maka Ratu Surya dengan empat orang putranya kembali ke Negeri Sukadana dan berapa lamanya sudah datang di Sukadana maka Raden Badaruddin digelar oleh Sulthan Sukadana Pangeran Mangkunegara sudah lama – lama jadi Panembahan pula, Sudah jadi Panembahan barulah baginda itu ke Brunai menghadap nanda Baginda Sulthan Mahyudin itulah adanya."
               Kedatangan  Raja Tengah di Sukadana pada masa Sulthan Muhammad Tsafiuddin, bahwa Sulthan Muhammad Tsafiuddin sebelum baginda bergelar Sulthan bernama Giri Mustika dan setelah masuk Islam bergelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin dan baginda adalah raja pertama yang menggunakan gelar Sulthan.
               Drs. H. Gusti Muhammad Mulia Raja Simpang yang bergelar Sulthan Muhammad Jamaluddin 2 yang dinobatkan di Telok Melano pada 31 Mei 2008 menulis buku yang berjudul “ Sekilas Menapak Langkah Kerajaan Tanjungpura “ menjelaskan :
“ Raja – Raja Sukadana
a.    Penembahan Karang Tunjung ( 1487 – 1504 )
b.    Gusti Syamsudin / Pundong Prasap bergelar Penembahan Sang Ratu  Agung ( 1504 – 1518 )
c.     Gusti Abdul Wahab bergelar Penembahan Bendala ( 1518 – 1526 )
d.    Penembahan Pangeran Anom ( 1526 – 1533 )
e.     Penembahan Baroh ( 1533 – 1590 )
f.      Gusti Aliuddin / Giri Kesuma bergelar Penembahan Sorgi ( 1590 – 1604 )
g.    Ratu Mas Jaitan  ( 1604 – 1622 )
h.    Gusti Kesuma Matan / Giri Mustika bergelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin ( 1622 – 1665 )
               Setelah meninggalnya Penembahan Baroh , diangkatlah Giri Kesuma yang juga disebut Penembahan Sorgi. Dia adalah Penembahan yang pertama kali menganut agama Islam . Sejak itu ia sering berhalwat mendekatkan dirinya kepada Allah karena itu berliau bergelar Penembahan Sorgi. Pada jamannya datang utusan dari Makatulmasyrafah Syech Syamsudin,  Imam Kari dan Kadi Jamal yang membawa bingkisan sebuah Alqur’an , sebentuk cincin permata yakkut merah dan baju kebesaran
Panembahan Sorgi menikah dengan Putri Mas Jaitan anak Pangeran Purba Jayakesuma raja Landak, Perkawinan Giri Kesuma dengan Putri Mas Jaitan melahirkan :
1.    Gusti Kesuma Matan / Giri Mustika ( bergelar Sulthan Muhammad Syafiuddin )
2.    Ratu Surya Kesuma , menikah dengan Raja Tengah dari Brunai, berputrakan Raden Sulaiman , dia kawin dengan Mas Ayu Bungsu putri Ratu Sepudak Raja Sambas. Setelah menjadi Sulthan Sambas, Raden Sulaiman bergelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin mengambil nama pamannya. Raden Sulaiman lahir di Sukadana.
3.    Raden Lekar menikah dengan Utin Periuk dari Meliau menjadikan keturunan raja – raja di sebelah Kapuas
               Menurut Raja Ali Haji dalam buku “Silsilah Melayu Dan Bugis Dan Sekalian Raja Rajanya” dan P.J Veth dalam buku “Borneo’s Westerafdeeling” ,raja raja Sukadana Matan berasal dari Majapahit dimulai dari Prabu Brawijaya beranakkan Raja Bapurung (Pangeran Prabu)...dalam bahasa dayak Bapurung berarti bertato,Raja Bapurung beranakkan Panembahan Karang Junjung(Talaunia Canddlei),beranakkan Panembahan Bandala,beranakkan Panembahan Sukadana,beranakkan Panembahan Air Mala,beranakkan Panembahan Baruh,beranakkan Panembahan Giri Kesuma,yang kawin dengan Ratu Mas Jaintan disebut juga Ratu Bungku dari Landak dan mempunyai tiga orang anak Yaitu Panembahan Giri Mustika bergelar Sultan Syafi’uddin,Puteri Surya Kesuma kawin dengan Raja Tengah,Gusti Lekar kawin dengan Utin Periuk dari Meliau/Tayan.
               Menurut Muhammad Gade Ismail dalam thesisnya yang berjudul “ Politik Perdagangan Melayu di Kesulthanan Sambas Kalimantan Barat : Masa Akhir Kesulthanan (1808 – 1818) mengatakan :
“Hans Roef dikirim untuk berdagang dengan kerajaan Sukadana dan disana ia berhasil mengumpulkan sejumlah besar lapis besar dan intan. Verschoor mengirimkan Samuel Bloemaert untuk menjemput Hans Roef. Samuel Bloemaert kembali ke Banten pada tanggal 13 Juni 1607 M dan memberi kabar bahwa Hans Reof yang merasa tidak aman di Sukadana telah bertolak ke Patani, sebelum ia tiba disana.
                Berhubungan perdagangan dengan pulau Kalimantan dianggap menguntungkan Kompeni terutama karena hasil tambang, Raad Van Banten , tanggal 12 Oktober 1608 M  memutuskan untuk mendirikan sebuah loji tetap di Sukadana. Samuel Bloemaert diangkat menjadi kepala loji tersebut dengan tambahan tugas untuk mengesahkan kontrak – kontrak perjanjian dengan raja – raja Banjarmasin, Landak , Brunai , Sukadana dan Sambas
                Raja yang memerintah kesulthanan  Sukadana pada waktu Hans Roef tiba disana ialah Prabu Giri Kesuma yang beristrikan Ratu Bungku, putri raja Landak. Dalam bulan Januari 1609 M , Ratu Bungku membunuh suaminya dan ia menjadi penguasa Sukadana dan sekaligus atas Landak.
Ratu Bungku terlibat peperangan dengan kesulthanan Palembang yang mengirim puluhan perahu – perahunya untuk menguasai tambang – tambang intan yang ada di kesulthanan Landak. Ratu Bungku juga terlibat peperangan dengan Adil, Sulthan Sambas . Meskipun Ratu Bungku sedang mempertahankan diri dari serangan kesulthanan Palembang dan berperang dengan Sambas, ia menolak tawaran untuk bekerjasama dengan kompeni Belanda.Dibandingkan dengan Sukadana hasil padi di Sambas lebih baik apalagi sambas juga menghasilkan emas dan lapis besar yang cukup banyak.
 Sulthan Adil dari Sambas membuat perjanjian persahabatan dengan kompeni Belanda yang diwakili oleh Samuel Bloemaert. Dengan ditanda tanganinya perjanjian itu Belanda memperoleh kebebasan untuk melakukan perdagangan di Sambas tanpa dikenakan pajak dan merak juga di izinkan untuk mendirikan sebuah loji perdagangan di Sambas. Sebaliknya Belanda membantu Adil ( Sulthan Muhammad Jalaluddin ) menghadapi musuhnya, Ratu Bungku dari Sukadana.
               Untuk mengepalai loji di Sambas , Samuel Bloemaert mengangkat Pieter Aertzoon, sedangkan ia sekali lagi berusaha untuk mencoba mengadakan perjanjian dengan Ratu Bungku dari Sukadana. Ratu Bungku tetap bersikeras menolak tawaran Belanda tersebut karena ia sangat tidak senang kepada Belanda yang berusaha menanamkan pengaruhnya di Sukadana. Meskipun tanpa bantuan dari Belanda , Ratu Bungku berhasil menangkis serangan Kesulthanan Palembang dan ia juga dapat mempertahankan diri dari serangan Sambas. Loji Belanda di Sambas terakhir dipimpin oleh Hendrik Vaak yang diangkat mengepalai loji tersebut sejak tahun 1615 M . Pada tahun 1623 M , loji Belanda di Sambas dengan resmi ditutup. Kompeni Belanda menyebutkan bahwa berhubungan keuntungan yang diperoleh dari daerah ini tidak sebanyak dari diperhitungan semula , maka loji itu terpaksa di tutup.”
               Dari keterangan di atas Sulthan Sambas yang bernama  Adil atau Sulthan Muhammad Jalaluddin yang mengadakan perjanjian dengan Samuel Bloemaert pada tahun 1609  adalah Ratu Sepudak seperti yang dikemukakan oleh H. Abdul Kadir dalam catatan sejarah berjudul “ Sekitar Kerajaan Sambas Alwatzikhubillah ( Alwaaziik Billah )” yang menjelaskan Dalam sejarahnya pernah Penembahan Prabu Pangeran Ratu Sepudak mengadakan perjanjian dagang dengan VOC Kompeni Belanda tahun 1609 antara lain disebutkan : Pertama sekali Baginda Ratu Sepudak pada tanggal 2 Oktober 1609  telah membuat perjanjian dengan VOC dalam mana perjanjian itu hanya menyebutkan bahwa Baginda Ratu tidak akan menjual emas dan barang – barang hasil hutan kepada orang – orang Eropa dan yang lain – lain, selain dari Kompeni Belanda .




  E.       Lahirnya Kerajaan Sambas Islam
               Beberapa tahun  setelah penobatan Ratu Anum Kesuma Yudha menjadi Raja, timbullah perselisihan yang mulanya kecil saja. Dimana pihak Pangeran Mangkurat kurang menyenangi pihak Raden Sulaiman yang selalu berbuat kebaikan dengan rakyatnya. Semakin hari perselisihan tersebut semakin besar , sehingga menyebabkan tewasnya seorang menteri Raden Sulaiman yaitu Kiai Setia Bakti, karena di bunuh oleh Pangeran Mangkurat. , hal tersebut kemudian dilaporkan Raden Sulaiman kepada Ratu agar dapat mengambil tindakan yang bijaksana. Ratu dihadapkan pada dua pilihan yang berat dan sulit untuk dipecahkan, dalam perselisihan tersebut Ratu hanya bertindak sebagai pihak ketiga tanpa dapat berbuat apa – apa . Secara diam – diam Ratu menyelidiki apa penyebab dari sengketa yang terjadi diantara keluaganya itu, akhirnya Ratu banyak menemukan perbuatan – perbuatan Pangeran Mangkurat yang bertentang dengan norma – norma agama dan merugikan rakyat banyak.
               Untuk menghindari agar jangan sampai terjadi perang saudara , maka Raden Sulaiman mengalah dan mengambil keputusan untuk meninggalkan Ibu Kota Negeri Kota Lama. Bersama dengan para pengikut dan keluarga yang setia kepadanya maka mereka beramai – ramai keluar dari Kota Lama menuju Kota Bangun. Kabar keluarnya Raden Sulaiman dari Kota Lama terdengar oleh Petinggi Nagur, Petinggi Bantilan dan Petinggi Segerunding, Berangkatlah para petinggi itu ke Kota Bangun untuk menanyakan penyebab kenapa Raden Sulaiman sampai keluar meningalkan Kota Lama. Setelah menceritakan semua hal yang terjadi kepada mereka, para petinggi tersebut berangkat menuju Kota Lama untuk menghadap Ratu Anum, tetapi setelah sampai ke hadapan Ratu, maka Baginda Ratu menyuruh ketiga petingi tersebut langsung saja menghadap Pangeran Mangkurat. Sesampainya dihadapan Pangeran Mangkurat mereka menanyakan kenapa sampai Raden Sulaiman keluar dari Kota Lama, mereka bertiga langsung dijawab dengan caci maki oleh Pangeran Mangkurat. Akhirnya ketiga petingi tersebut pulang ke Kota Bangun dan menceritakan apa yang telah  mereka alami di Kota Lama kepada Raden Sulaiman. Setelah bermusyawarah dengan Raden Sulaiman akhirnya ketiga Petinggi tersebut membawa Raden Sulaiman beserta rombongan menuju ke Simpang Sungai Subah, sesampainya disana mereka mendirikan perkampungan yang diberi nama Kota Bandir.
               Kepergian Raden Sulaiman dari Kota Lama, ternyata mendapat simpatik dari, banyak rakyat yang menyusul Raden Sulaiman  pindah ke Kota Bandir dan mendirikan pemukiman di Kota Bandir, akhirnya Kota Lama semakin hari semakin sepi. Pemergian mereka ke Kota Bandir disebabkan Rakyat sudah tidak tahan lagi dengan perangai Pangeran Mangkurat yang berbuat semena – mena dengan mereka, sedangkan Ratu Anum Sudah tidak diperdulikan lagi oleh Pangeran Mangkurat, seolah – olah yang menjadi raja adalah Pangeran Mangkurat Bukan Ratu Anum Kesuma Yudha. Sampai akhirnya Ratu Anum sendiri , Karena sudah tidak tahan lagi dengan perangai  adiknya mengambil keputusan untuk meninggalkan Kota Lama mencari tempat pemukiman yang baru. Berangkatlah Ratu Anum Kesuma Yudha meninggalkan ibu kota negeri Kota Lama dengan menggunakan tujuh puluh buah perahu yang lengkap dengan alat senjatanya. Sesampainya di Kota Bangun, Baginda singgah sebentar.
               Kabar keluarnya Ratu Anum Kesuma Yudha dari Kota Lama terdengar oleh Petinggi Nagur, Petinggi Bantilan dan Petinggi Segerunding. Ketiga petinggi tersebut menghadap Ratu menanyakan kenapa sampai Ratu meninggalkan rakyatnya di Kota Lama. Akhirnya Ratu menceritakan keadaan di Kota Lama yang semakin hari semakin sepi , karena rakyat Kota Lama banyak yang pergi karena tidak tahan dengan perbuatan Pangeran Mangkurat. Sampai akhirnya Ratu mengambil keputusan untuk membuka pemukiman baru di daerah Sungai Selakau. Sebelum berangkat Ratu Anum Kesuma Yudha menyuruh ketiga Petinggi tersebut untuk memanggil Raden Sulaiman karena Baginda ingin menyerahkan pemerintahan Negeri Sambas kepada Raden Sulaiman dan istrinya.
               Seperti diceritakan oleh Almarhum Sulthan Muhammad Tsafiudin II dalam Silsilah Kerajaan pada Fasal Ketujuh “ …….. Maka petinggi yang bertiga itupun segeralah mudik menyinggahi Raden Sulaiman di Kota Bandir serta sampai lalu naik menghadap Raden Sulaiman laki isteri, maka sembahnya patik ini dititahkan oleh Sri Paduka Kakanda Ratu Anum Kesuma Yudha, menyilakan duli tuanku ilir mendapatkannya ke Kota Bangun, karena Sri Paduka Kakanda ini hendak bertemu duli tuanku laki isteri hendak menyerahkan negeri ini kepada duli tuanku, karena Sri Paduka Kakanda itu hendak pindah diam di Sungai Selakau, lagi berhenti sebentar di Kota Bangun sekedar menanti datangnya duli tuanku laki isteri saja, maka berkata pula Mas Ayu Bungsu itulah rupanya bapa –bapa semua ini sesungguhnya hendak menipu kami dan memperdaya kami berdua dengan Raden Sulaiman ini, maka sembah petinggi yang bertiga itu, Ya tuanku ampun beribu ampun kebawah duli tuanku, tiada sekali – kali jikalau patik nama durhaka dan celaka, maka kata Raden Sulaiman maukan bapaku ini bersumpah, maka sembahnya mau, Patik bertiga bersumpah , maka Raden Sulaiman dua laki isteri, hai bapaku janganlah bapaku bersumpah, maka jika benar serta lagi betul sungguh bapaku menolong kami, serta hendak memelihara kami ini maka mintalah kami akan segala anak bini bapa semua dan segala saudara bapak yang perempuan sekalian akan pergi ia bersama – sama ia ilir menghadap Ratu di Kota Bangun, barangkali semua bapak akan mendurhaka, biarlah nanti kubunuh ia semuanya, maka sembah patik itu baiklah mana – mana titah perintah duli tuanku patik junjung, maka masing – masing ia membawa anak bininya pergi bersama – sama dengan Raden Sulaiman laki isteri pergi menghadap Sri Baginda Ratu di Kota Bangun, maka setelah itu iapun hilirlah sekalian serta sampai di Kota Bangun maka Raden Sulaiman laki Isteri menghadap Ratu laki isteri didalam perahu kenaikannya, maka titah Ratu pada Raden Sulaiman adalah yang Kakanda sekarang itu hendak tinggal diam di sungai Selakau, adapun dari ini negeri Sri Paduka serahkan kepada Paduka Dinda laki isteri yang memerintahnya atas tiga orang petinggi itu dengan sekalian rakyat mana – mana kata Paduka Adinda laki isteri, maka sembah Raden Sulaiman laki Isteri mana titah melaikan dijunjung, kemudian Raden Sulaiman pun kembali keperahu, maka ketiga petinggi pun berperiksa pada Raden Sulaiman apa titahnya Ratu, maka kata Raden Sulaiman hai bapa – bapaku sekalian ini adalah kita dititahkan oleh Sri Paduka Baginda Ratu menunggu negeri dan memeliharakan negeri, maka sembah menteri tiga orang itu jika demikian baiklah tuanku kita akan menjunjung juga dari pada senjatanya, maka Raden Sulaiman pun menghadap pula ia  dua laki isteri dengan serta juga menteri yang bertiga, maka Raden Sulaiman pun lalu ia berdatang sembah menjunjung senjata akan menjaga negeri maka lalu dikaruniai oleh Ratu dua pasang meriam dan lela sepasang dengan obat pelurunya, maka setelah itu Sri Paduka Baginda Ratu pun hendak sudah hamper akan berangkat serta berpadah ia kepada Raden Sulaiman laki isteri dan kepada segala menteri – menteri serta berpesan akan segala aturan negeri dan segala menteri – menteri dan rakyat sekalian peliharakan baik oleh Raden Sulaiman serta dengan menteri yang bertiga ini jangan sekali – kali ia berselisih akan barang yang teradat didalam suatu pekerjaan ynang telah ada sudahnya maka selesaikanlah ia dari pada itu, maka Ratupun hendaklah hilir, maka Raden Sulaiman laki isteri berjabat tanganlah Ratu laki isteri serta juga lalu bertangisanlah semuanya akan bertolak belakang, Ratu pun hilir, Raden Sulaiman pun mudik tiada berhenti lagi sehingga sampailah juga ke Kota Bandir maka Ratu pun sampailah juga ke Selakau … “
Tidak berapa lama setelah Ratu Anum Kesumayuda meninggalkan Kota Lama, akhirnya Pangeran Mangkurat karena sudah tidak lagi ditaati perintahnya oleh rakyatnya pindah juga menyusul Ratu di Kota Balai Pinang.

 Ratu Anom Kesumayuda dengan istrinya yang bernama Raden Mas Ayu Anom dikaruniai 2 orang putra yang pertama bernama Raden Bekut dan yang kedua bernama Raden Bujang.
Setelah Ratu Anom Kesumayuda wafat maka dinobatkanlah Raden Bekut menjadi Ratu dengan gelar Penembahan Kota Balai Pinang dengan permaisurinya Raden Mas Ayu Krontika putri Pangeran Mangkurat, dari hasil pernikahannya beliau dikaruniai seorang putra bernama Raden Mas Dungun.



 
 Sewaktu Penembahan Kota Balai Pinang wafat maka oleh Sulthan Muhammad Tsafiuddin diperintahkan beberapa orang menteri dan kiai untuk pergi ke Kota Balai Pinang menjemput Raden Mas Dungun sekeluarga untuk pindah ke Sambas . Dengan pindahnya Raden Mas Dungun ke Sambas Kota Balai Pinang menjadi sepi dan  hanya tinggal kenangan saja, di Kota Balai Pinang terdapat makam Ratu Anum Kesumayuda beserta keluarganya termasuk juga makan Pangeran Mangkurat.



 
                 Tiga tahun lamanya Raden Sulaiman bermukim di Kota Bandir, maka timbul keinginanya untuk memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah Sungai Teberau, tepatnya di Lubuk Madung. Dilubuk Madung ini sebelum beliau dinobatkan sebagai Sulthan Sambas Islam yang pertama. Ada keterangan yang menyatakan bahwa beliau pernah mengutus orang atau beliau sendiri yang berangkat ke Brunai  mohon restu kepada pamannya yaitu Sulthan Abdul Jalilul Akbar untuk menjadi Sulthan di Sambas peristiwa tersebut terjadi pada  20 Agustus 1630 M   Seperti yang ditulis oleh ;
               Ib Larsen , Januari 2012  dalam tulisannya yang berjudulSULTAN PERTAMA SARAWAK DAN HUBUNNGANYA DENGAN DINASTY BRUNEI DAN SAMBAS 1599 – 1826: Sedikit Sejarah yang diketahui sebelum era Brooke. Menerangkan bahwa;
“ Menurut catatan di Brunei, Raden Sulaiman hanya mengirim seorang pengirim pesan kepada pamanda baginda Sultan Brunei, Sultan Abdul Jalilul Akhbar untuk mendapakan gelar “Sultan”. Tetapi kemudian dilanjutkan bahwa “kedatangan Raden Sulaiman ke Brunei” telah diterima dengan baik, dan bahwa gelar Sultan yang dianugerakan kepada Raden Sulaiman dilaksanakan dalam ucapara yang megah, dihadiri oleh Sultan Brunei. Kemudian, catatan tersebut menyebutkan bahwa anaknda Baginda, Raden Bima “mengikuti upacara yang sama seperti Ayanda baginda, yaitu menjalani suatu prosesi di Brunei”. Jadi mungkin saja tidak hanya si pengirim pesan, tapi Raden Sulaiman sendiri yang berkunjung ke Brunei untuk mendapatkan gelar. Christopher Buyers dalam bukunya “Royal Ark” bahkan menyebukan tanggal peristiwa yaitu 20 Agustus 1630,”
               Dari keterangan tersebut diatas ada benarnya juga bahwa setelah mendapat restu dari Sulthan Brunai barulah beliau dinobatkan menjadi Sulthan Sambas Islam seperti yang ditulis Oleh Sulthan Muhammad Tsafiuddin II dalam bukunya yaitu pada 10 Zulhijjah 1040 H tanggal dan tahun tersebut setelah diconversikan dengan menggunakan Based on Hijrah/Islamic Calender to Gregorian Calender at www.islamicity.com bersamaan dengan 9 Juli 1631 M jadi setahun setelah keberangkatan beliau ke Brunai untuk mendapatkan restu dari Sulthan Brunai. Setelah dinobatkan menjadi Sulthan beliau bergelar menjadi Sulthan Muhammad Tsafiuddin , mengikut gelar paman sebelah ibunya di Sukadana, untuk menjadi wazirnya diangkatlah adiknya yang bernama Raden Badarudin menjadi Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Raden Abdul Wahab menjadi Pangeran Temengung Jaya Kesuma.

F.        Kunjungan Muhibah ke Matan dan Brunai
              Selama memerintah Kesulthanan Sambas yang berpusat di Lubuk Madung , beliau mempunyai program untuk mengenalkan Kesulthanan Sambas Islam yang didirikannya kedunia luar  dengan mengutus putra beliau yang bernama Raden Bima melakukan kunjungan muhibah ke Sukadana dan Brunai . Kunjungan pertama yang dilakukan oleh Raden Bima adalah menjumpai sanak keluarga sebelah neneknya Ratu Suria Kesuma. Kedatangnnya disambut dengan meriah oleh Sulthan Zainuddin, seluruh negeri dihiasi dan rakyat berkumpul beramai - ramai mengadakan pesta penyambutan selama tujuh hari tujuh malam. Setelah perayaan itu , dan atas persetujuan kedua belah pihak maka Raden Bima dinikahkan dengan adik Sulthan yang bernama Putri Indra Kesuma. Dari pernikahannya itu Raden Bima dikaruniai seorang putra yang diberi nama Raden Milian.
               Sulthan Zainuddin seperti yang dikemukakan oleh Drs.H. Gusti Muhammad Mulia Raja Simpang sebelum beliau diangkat menjadi Sulthan , bernama Gusti Jakar Negara beliau merupakan raja Matan pertama memerintah tahun 1665 – 1724 M . Dia telah mengalami beberapa peristiwa dalam pemerintahan di Sukadana. Sejak di serang oleh Sulthan Agung dari Mataram tahun 1622 kekacauan demi kekacauan terjadi, dan gangguan bajak laut semakin merajalela sepanjang perairan pantai dan selat Karimata, yang mengakibatkan semakin lemahnya pertahanan Sukadana sehingga membuat Sulthan Muhammad  Zainuddin mengalihkan pusat pemerintahannya ke Matan. Sulthan Zainuddin adalah putra Giri Mustika merupakan raja pertama di Sukadana yang menggunakan gelar Sulthan yaitu bergelar Sulthan Muhammad Tsafiudin. Beliau mempunyai dua orang saudara yang laki – laki bernama Pangeran Agung dan yang perempuan bernama Putri Indra Kesuma. Putri Indra Kesuma inilah yang menikah dengan Raden Bima dari Sambas dan dikarunia anak diberi nama Raden Milian
               Dinamakan Raden Milian karena ia dilahirkan di Sungai Milian, yaitu sungai yang terletak di Sukadana. Setelah  cukup lama tinggal di Sukadana, maka timbullah keinginannya untuk membawa anak dan isterinya pulang ke Sambas. Setelah mendapat persetujuan dari Paduka Sulthan Zainuddin maka berangkatlah Raden Bima pulang ke Sambas dengan membawa pulang isteri dan anaknya yang baru berumur satu setengah tahun. Alangkah senangnya hati ayahnda dan bundanya begitu melihat kepulangan anaknya yang disertai dengan membawa menantu dan cucunya yang masih kecil. Raden Bima pun disambut dengan adat istiadat kebesaran kerajaan Sambas.
              Tidak berapa lama setelah kepulanganya dari Sukadana, sekali lagi Raden Bima harus menjunjung titah ayahndanya Sulthan Muhammad Tsafiuddin  untuk berlayar ke negeri Brunai menjumpai sanak keluarga sebelah neneknya Raja Tengah. Maka Raden Bima pun berlayar dari Sambas dengan tiga buah perahu yang lengkap dengan alat senjatanya menuju Brunai. Kebetulan pada waktu itu Sulthan Brunai sedang berada di Kelakak ( Gelagak ), Raden Bima pun menghadap dan menghaturkan sembah, sambil memperkenalkan dirinya, setelah diketahui oleh Baginda bahwa Raden Bima adalah putra Sulthan Muhammad Tsafiuddin  dari negeri  Sambas, merupakan cucu dari Raja Tengah yang beriterikan Ratu Suria Kesuma dari Sukadana. Kemudian Sri Paduka Sulthan Mahyudin pun berangkat dari Kelakak ( Gelagak ) pulang ke Brunai, sesampainya di Brunai diadakan adat penyambutan secara kerajaan, pada akhir acara tersebut Raden Bima ditabalkan dengan gelar Sulthan Anom serta dikaruniai dengan alat kebesaran kerajaan untuk dibawa pulang ke Sambas. Tidak berapa lama setelah acara penobatan , Raden Bima menghadap Sri Paduka Baginda Sulthan Mahyudin untuk berpamitan pulang ke Sambas. Setelah mendapat restu dari Baginda Sulthan, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Raden Bima pulang ke Sambas dengan membawa alat kebesaran kerajaan yang telah dianugerahkan oleh Sulthan Mahyudin kepadanya yang nantinya akan dipersembahkan kepada Ayahndanya Sulthan Muhammad Tsafiuddin . Setelah sampai di Sambas alangkah senangnya hati Sulthan setelah mendengar cerita dari Raden Bima tentang hasil kunjungan muhibahnya ke Brunai.
               Menurut hubungan silsilah Kesulthanan Sambas dan Brunai Sulthan Mahyudi adalah Sulthan Brunai yang ke – 14 memerintah tahun 1673 – 1690 M , Baginda adalah putra Sulthan Abdul Jalil Akbar Sulthan Brunai ke – 10  memerintah tahun  1598 – 1659 M dan merupakan adik dari Sulthan Abdul Jalil Jabbar Sulthan Brunai ke – 11 memerintah 1659 – 1660 M . Paduka Sri Sulthan Mahyudin inilah yang dinamakan Murhum Bungsu beliau berperang dengan Pulau mengambil kerajaan Pulau daripada Sulthan Abdul Mubin.
Tidak lama setelah kunjunganya dari Brunai , Sulthan Muhammad Tsafiuddin menyerahkan pemerintahan Kerajaan Sambas kepada Raden Bima. Raden Bima yang digelar Sulthan Anom oleh Sulthan Brunai setelah dinobatkan menjadi sulthan Sambas Islam yang kedua pada 10 Muharam 1080 H bersamaan dengan 10 Juni 1669 M, bergelar Sulthan Muhammad Tadjudin, sedangkan Ayahndanya Sulthan Muhammad Tsafiuddin diangkat menjadi Yang Dipertuan Sulthan Muhammad Tsafiuddin .



 
Tidak berapa lama bertahta di Lubuk Madung, maka Sulthan Muhammad Tadjudin berkeinginan untuk memindahkan ibu kota kerajaan dari Lubuk Madung ke Muara Ulakan. Hal tersebut disampaikan kepada Ayahndanya dan Yang Dipertuan Sulthan Muhammad Tsafiuddin menyambut baik usul tersebut. Setelah bermufakat dengan Wazir kerajaan, para menteri dan rakyatnya maka ibu kota kerajaan pun dipindahkan di Muara Ulakan yaitu dipersimpangan Sungai Sambas Kecil, Sungai Subah dan Sungai Teberau. Ibukota kerajaan dibangun lengkap dengan pagar dan paritnya, serta istana didirikan tepat menghadap Sungai Sambas Kecil. Untuk pertahanan Baginda Sulthan Muhammad Tadjudin mendirikan kubu pertahanan  di Muara  Sungai Betung, sebagai Pangeran Bendaharanya diangkatlah Raden Ahmad putra Pangeran Bendahara Abdul Wahab.
               Karena usia yang sudah cukup tua maka pada hari Jum’at 5 Muharram 1081 H bersamaan dengan 24 Mei 1670 M , Sri Paduka Yang Dipertuan Sulthan Muhammad Tsafiuddin  mangkat dalam usia 70 tahun  10 bulan. Baginda dimakamkan disebelah Utara istana. Setelah wafat Baginda lebih dikenal dengan sebutan Murhum Sulaiman.

              Dari perkawinannya dengan Raden Mas Ayu Bungsu,Raden Sulaiman dikaruniai seorang putra dan  putri masing - masing bernama :
 1. Raden Ratna Wati, bersuamikan Pangeran Kesuma Yuda mempunyai seorang putra bernama Raden Putra digelar Pangeran Kesuma Yuda, tidak mempunyai keturunan.
2. Raden Bima,  dilahirkan pada hari Minggu, 1 Zulqaidah 1055 H bersamaan dengan 18 Desember 1645 M , bergelar Sulthan Muhammad Tadjudin, Sulthan Sambas ke – 2 memerintah 10 Muharam 1080 H – 1 Shafar 1120 H bersamaan dengan 10 Juni 1669 M – 21 April 1708 M
3.  Raden Ratna Dewi, Bersuamikan Raden Demang, Putra Ratu Mas Intan dari Kerajaan Landak, digelar Pangeran Dipa' dikaruniai putra - putri sebagai berikut :     
3.1. Utin Kumala, menjadi Permaisuri Sulthan Sambas Ke - 3 yaitu Sulthan Umar Aqamaddin di  Gelar Ratu Agung.                                 
     3.2. Raden Badaruddin                                               
3.3. Raden Kuning digelar Pangeran Lukman.
     3.4. Gusti Usman digelar Pangeran Dipa'      



 

Komentar

  1. assalamualaikum..saya redha dari pahang malaysia..ingin bertanya...https://www.facebook.com/uraydewiandini15 ini facebook adik uray dewi andini ya.....boleh saya bertanya beberapa soalan?
    saya seorang pengkaji sejarah di pahang..oleh kerana di sini ada tokoh2 di sini yang berasal dari sambas sbb itulah saya mengkajinya..terutama tentang silsilah yg adik tulis..tolong beri respon ya..saya tunggu..
    pertama di sini adanya tokoh dari sambas yang bernama laksamana kubu..kedua, juga seorang tokoh bernama pengiran mamat..ketiga pengiran suta juga namanya di sini raden jabar..ketiga boleh saya tahu dari mana sumber maklumat yang adik dapat..tolong adik bantu saya..ok
    kalau ada nomor hp adik tolong bagi..lagi senang utk berwhatsup
    nombor hp saya +601120661399

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASA PEMERINTAHAN KESULTHANAN SAMBAS ISLAM PEROIDE 1829 - 1943

A.   Raden Sumba bergelar Sulthan Usman Kamaluddin               Raden Sumba adalah putra Sulthan Umar Aqamadin II dengan Permaisuri bernama Mas Siti Binti Pangeran Mangku anak Raden Ratna Kumala Binti Sulthan Muhammad Tadjudin , dilahirkan pada dilahirkan pada hari Kamis, 2 Zulqaidah 1184 H , diangkat sebagai wakil sulthan pada Minggu, 2 Muharram 1244 H bersamaan 14 Juli 1828 M menunggu putra mahkota Pangeran Ratu Natakesuma Bin Sulthan Muhammad Ali Tsafiuddin I dewasa.               Pada malam Kamis   7   Ramadhan 1247 H atau   tanggal   8 Februari 1832 M karena sakit tua , Sulthan Usman Kamaludin wafat dalam usia 61 tahun.   Sulthan Usman Kamaludin dikaruniai putra – putri sebanyak 10 orang yaitu : 1.     Urai Lisyah bersuamikan Pangeran Suta di Kampung Asam. 2.     Pangeran J...

MASA PEMERINTAHAN KESULTHANAN SAMBAS ISLAM PEROIDE 1631 – 1829

A.     Raden Sulaiman bergelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin I                Seperti yang telah diceritakan terdahulu bahwa Sulthan Sambas Islam yang pertama dari dinasti baru adalah Raden Sulaiman yang dinobatkan di Lubuk Madung pada hari Senin 10 Zulhijjah 1040 H dengan gelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin I. Pada masa pemerintahaanya baginda telah menanamkan patok sejarah dengan membuka pusat pemerintahannya yang baru. Sulthan Muhammad Tsafiuddin I   juga telah menyatukan pemerintahan kerajaan Sambas yang terpecah dua yaitu yang berpusat di Lubuk Madung dan yang berpusat di Kota Balai Pinang. Baginda juga berhasil menyatukan kembali hubungan kekerabatan yang telah retak pada masa Ayahnya Raja Tengah dengan Sulthan Brunai, dengan mengutus anaknya Raden Bima ke Brunai untuk bertemu dengan Sulthan Brunai yaitu Sulthan Mahyudin.           ...